Press "Enter" to skip to content

Bersinergi untuk Penyediaan Pangan Nasional

Oleh: M. Sakkir Hanafi
(Ketua IKA FKM Unhas)

Indonesia membutuhkan strategi mujarab untuk bisa bertahan menangkis krisis multidimensi. Di saat penyebaran covid-19 masih tak terbendung, ancaman krisis pangan malah datang membayangi negeri ini.

Masalah tersebut menuntut solusi dan tak bisa dianggap sekadar hal sepele. Sebab, krisis multidimensi yang tak tertangani dengan tepat, akan menyulut kekacauan di mana-mana.

Saat ini, semua pihak berhajat agar vaksin covid-19 segera ditemukan. Presiden Jokowi juga sudah menyatakan bahwa aspek kesehatan, merupakan variabel krusial untuk bisa menormalkan kembali kehidupan di Indonesia.

Tanpa adanya vaksin, agak susah untuk menyelesaikan persoalan pangan, yang notabene berakar dari ganasnya serangan covid-19.

Pemerintah kudu merancang skema untuk menanggulangi ancaman kelangkaan pangan, sembari menanti para ilmuwan merampungkan tugas mematangkan vaksin covid-19.

Pemerintah tak boleh begerak lamban dalam menghadapi krisis. Agar tingkat keparahan krisis tidak membenamkan masyarakat begitu jauh ke dalam jurang kehancuran, ketersediaan pangan harus tetap berada dalam kondisi aman.

Jangan sampai ada orang yang berjuang menghadapi covid-19, tetapi jatuh sakit gara-gara kelaparan. Ia tak bisa makan karena bahan pangan mahal dan susah didapatkan.

Kebijakan pemerintah memberi insentif kepada seluruh masyarakat untuk mempercepat laju perekonomian dan mengamankan pasokan pangan nasional dengan membuat lumbung pangan di Kalimantan Tengah sebagai benteng pertahanan menghadapi krisis, sungguh patut diapresiasi.

BACA:  Ayo, Berkebun Kurma!

Namun demikian, pertanyaannya apakah rentetan program tersebut mampu menjadi senjata ampuh melawan ancaman krisis?

Program pemberian insentif, agar mampu tepat sasaran, memerlukan integrasi data yang valid. Kita tidak ingin ada orang yang dapat bantuan dari dua program berbeda, sedangkan di sisi lain ada orang yang sebenarnya berhak tetapi justru tidak dapat bantuan.

Kasus seperti ini sudah jamak terjadi kalau dikaitkan dengan program pemberian bantuan. Kita perlu mendukung pemerintah dan mendorong seluruh masyarakat agar kooperatif demi pemutakhiran data. Hal ini tentu saja akan berdampak bagi percepatan Indonesia keluar dari zona yang menghawatirkan.

Kemudian, proyek lumbung pangan nasional di Kalimantan Tengah, yang saat ini tengah dicanangkan, diharapkan bisa memenuhi semua kebutuhan pangan masyarakat Indonesia.

Hanya saja, pemerintah perlu belajar banyak dari pengalaman dan rencana pembuatan lumbung pangan nasional yang sebelumnya telah mengalami kegagalan. Terlebih, pemerintah saat ini memilih menurunkan militer untuk terlibat dalam proyek itu.

Jangan sampai food estate di Kalimantan Tengah hanya berakhir dengan konflik antar masyarakat lokal, rusaknya hutan dan lingkungan sebagai penyedia jasa ekosistem, seperti proyek MIFEE di Merauke.

Saatnya Berkolaborasi

Di titik inilah pemerintah perlu membuka diri untuk menjemput berbagai inisiatif di masyarakat. Pemerintah sudah saatnya bersinergi dengan berbagai pihak.

Sisi lain dari kemunculan covid-19 adalah meningkatnya solidaritas sosial di masyarakat. Pemerintah mesti melihat kesempatan ini sebagai modal penting dalam merancang program kolaborasi.

BACA:  Porang, Harta Karun yang Terpendam di Hutan

Di berbagai tempat, masyarakat terlibat aktif membantu pemerintah dalam aktivitas kerelawanan untuk memerangi pagebluk dengan menjalankan posko covid-19, menggarap lahan pertanian untuk menyediakan pasokan pangan, menjalankan perekonomian, dan sebagainya.

Hal tersebut semata-mata mereka lakukan untuk menolong Indonesia pulih dari penyakit yang menderanya.

Sebagai contoh, khususnya untuk urusan pangan nasional di Indonesia, selain menyerahkan semua beban penyediaan pangan kepada proyek food estate, pemerintah perlu mengajak banyak pihak untuk berkontribusi dalam dunia pertanian.

Sebab, seperti yang dikatakan oleh FAO (Food and Agriculture Organization), negeri ini sedang menunggu waktu mengalami kelangkaan bahan pangan. Untuk menghadapi itu, kolaborasi di dunia pertanian adalah obat mustajab yang perlu dicanang-terapkan.

Persoalan pangan tak akan jauh dari kehidupan petani. Petani kita –sebagai subjek utama dalam rantai produksi pangan- yang saat ini masih banyak berada dalam lingkaran kemiskinan, perlu didorong kesejahteraannya. Tanpa mereka, tidak ada bahan pangan di dapur-dapur rumah kita.

Kendala kebanyakan petani seringkali terkait dengan soal pembiayaan. Jika pemerintah kesusahan dalam memberikan pembiayaan pada para petani agar bisa terus-menerus berproduksi, ada beberapa pihak atau platform non-pemerintah yang bersedia mengambil peran di wilayah itu.

Mereka siap untuk berkolaborasi. Bersinergi membangun negeri. Tujuanya untuk membuat ekosistem pertanian tetap bergerak tanpa henti, dan kebutuhan pangan nasional bisa terpenuhi.

BACA:  Porang, Harta Karun yang Terpendam di Hutan

Ada pula beberapa kelompok non-pemerintah yang telah berperan mendampingi petani. Memberikan penyuluhan pertanian. Memfasilitasi petani untuk bisa berbagai pengetahuan dengan petani daerah lain. Membantu petani memahami penggunaan perangkat teknologi pertanian.

Mereka melakukan itu agar pertanian sebagai basis kebudayaan tetap lestari, dan bisa berdampak pada peningkatan produktifitas pertanian nasional. Namun, kelompok-kelompok seperti ini, belum pernah dilirik pemerintah untuk diajak berkolaborasi.

Kesuksesan pemerintah dalam menjamin ketersediaan pangan, akan terlihat dari sejauh mana pemerintah membuka diri untuk bersinergi dan berkolaborasi dengan banyak pihak.

Sebagai sebuah negara bangsa, Indonesia dibangun berdasarkan semangat gotong royong. Strategi Indonesia untuk memenangi pertarungan, termasuk melawan krisis, harus dipijakkan pada kesadaran untuk bekerja sama.

Dengan berkolaborasi, pemerintah sudah berusaha untuk menekan kecenderungan menjadi otoriter. Hal ini baik dan penting dalam usaha memulihkan diri dari serangan wabah dan kelangkaan pangan.

Dengan bersinergi, pemerintah juga telah menjadikan masyarakat sebagai subjek pembangunan yang selama ini sudah sering di represi. Dialektika akan terjadi dan solusi-solusi pun akan berdatangan, bukan lagi dari atas ke bawah, tapi dari hasil sintesa pendapat subjek yang merdeka.

Hal-hal partisipatif ini sepertinya merupakan metode yang cukup relevan untuk saat ini. Jadi, mari berkolaborasi. Bersinergi membangun negeri agar kesediaan pangan nasional tetap tersedia sampai nanti.