Press "Enter" to skip to content

Kerja Sama, Kunci Lewati Masa Sulit Pandemi Covid-19

MALILIPOS.COM – Pandemi COVID-19 saat ini memang menjadi ujian berat untuk dunia. Di Indonesia, sudah lebih dari 1.000 korban meninggal dunia dan ribuan lainnya terinfeksi dengan atau tanpa gejala. Angka ini akan terus meningkat setiap hari karena virus corona kini telah menyebar di seluruh wilayah di negeri ini.

Jika tak dikendalikan, wabah COVID-19 ini bisa melumpuhnya sistem pelayanan kesehatan kita, khususnya rumah sakit-rumah sakit yang menjadi rujukan akibat kelebihan beban jumlah pasien yang harus dirawat yang tidak sebanding dengan kapasitas rumah sakit. Jika ini terjadi, maka tingkat kematian tentu akan meningkat drastis karena tidak semua pasien bisa dirawat dengan baik.

Yang mesti diketahui, virus ini menyebar melalui perantaraan manusia melalui droplet, yaitu percikan cairan dari mulut saat bicara, batuk atau bersin. Bentuk penyebaran lainnya yang telah diteliti adalah dalam wujud aerosol pada lingkungan tertentu, khususnya di rumah sakit.

Salah satu karakter unik virus corona adalah virulensinya yang sangat tinggi. Riset terbaru menunjukkan virus ini mampu bertahan selama tiga jam hingga tujuh hari, tergantung pada jenis permukaannya. Jika seorang pengidap COVID-19 batuk atau bersin, maka dropletnya dapat terbang sejauh 8 meter, dan akhirnya jatuh ke permukaan benda.

Jadi, seseorang bisa terinfeksi virus ini dari kontak droplet secara langsung dari penderita, bisa pula akibat menyentuh permukaan benda yang telah terkena droplet dari orang lain. Jalan masuk virus corona ke dalam tubuh manusia adalah melalui mukosa pada mulut, hidung atau mata.

BACA:  Target Menangkan Anies di Makassar, Mileanies Aktif Konsolidasi Gerakan

Orang Tanpa Gejala

Guru besar epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Hasanuddin Prof. Ridwan Amiruddin menyatakan bahwa saat ini 3 dari 10 orang warga adalah orang tanpa gejala (OTG), alias sudah terinfeksi dan membawa virus corona di tubuhnya tetapi tanpa gejala klinis yang mencolok.

Jika OTG tanpa sadar berinteraksi dengan orang lain yang rentan terinfeksi, maka virus corona bisa mudah berpindah dan dapat menimbulkan gejala klinis yang bervariasi. Bayangkan betapa berbahayanya jika OTG seperti ini berinteraksi dengan banyak orang sekaligus di suatu wilayah.

Karena itu, untuk sementara waktu, membatasi interaksi dengan orang lain dalam bentuk jaga jarak dengan orang lain (physical distancing), menghindari kerumunan orang (social distancing), serta disiplin menjalankan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah kunci menghentikan penularan virus ini.

Pada akhirnya, masing-masing kita dituntut untuk ikut berkontribusi mencegah penularan serta menanggulangi dampak dari virus ini, setidaknya untuk tetap menjaga diri agar tidak tertular atau justru menularkan virus ke orang lain di sekitar kita.

Batasi aktifitas diri, usahakan tetap di rumah saja. Jika terpaksa harus keluar rumah, pastikan selalu memakai masker dan kacamata (jika ada), serta jangan menyentuh wilayah wajah (mulut, hidung atau mata) sebelum benar-benar mencuci tangan dengan sabun atau hand-sanitizer.

BACA:  Sawedi Muhammad: Konflik di Lingkar Tambang PT Vale Harus Segera Diselesaikan

Kerjasama

Kita berharap, kebijakan pemerintah yang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) atau model karantina lainnya untuk membatasi pergerakan manusia masuk dan keluar suatu wilayah, mampu mengurangi laju penyebaran virus ini, asalkan dilakukan secara konsekuen.

Meski pemerintah telah menerapkan PSBB di suatu wilayah namun jika warganya tidak bekerjasama dengan secara dispilin mematuhi protokol yang dianjurkan untuk mengurangi pergerakan dan interaksi sosial, hasilnya bisa saja tidak sesuai yang diharapkan. Demikian pula sebaliknya.

Fakta menunjukkan banyak PSBB yang dianggap gagal menahan laju penyebaran virus corona sehingga harus diperpanjang. Selain karena banyak warga yang tidak dispilin, pemerintahnya juga terkesan ambigu menerapkan kebijakan PSBB itu sendiri.

Hal yang tak kalah penting adalah pemerintah harus tetap memperhatikan nasib warga yang terdampak pandemi ini melalui sejumlah skema bantuan sosial yang didistribusikan secara adil dan merata, khususnya kepada warga yang benar-benar membutuhkannya.

Saat kondisi sulit seperti ini, kehadiran negara melalui kebijakan yang memihak rakyat merupakan keniscayaan. Bukankah salah satu tujuan negara ini menurut UUD 1945 adalah untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia?

Karena itu, jika harus membatasi pergerakan warga melalui kebijakan PSBB atau karantina wilayah, pastikan mereka tidak kekurangan bahan-bahan pokok setidaknya untuk dapat menjaga kelangsungan hidup dan mempertahankan imunitas mereka agar tak mudah terinfeksi oleh virus corona.

BACA:  Sekjen Mileanies Asri Tadda Jadi Narsum Dialog Politik di UIN Makassar, Tegaskan Indonesia Butuh Anies

Selain itu, spirit gotong-royong dan bekerjasama menghadapi bencana sudah terbukti bisa menambal keterlambatan antisipasi dari pemerintah. Hal ini merupakan modal sosial dan kekuatan tersendiri bagi bangsa Indonesia untuk dapat melewati setiap bentuk bencana yang menimpa, termasuk pandemi saat ini.

Bagi kaum muslimin, bulan Ramadhan yang kerap dimaknai sebagai bulan berbagi kepada sesama, kini hadir dengan tantangan yang lebih berat. Rasulullah SAW pernah mengatakan bahwa sedekah terbaik adalah yang diberikan saat kita sedang dalam keadaan tidak punya banyak hal dan takut melarat. Nah, mungkin saat inilah momentum dimana kita dapat memberikan sedekah terbaik itu.

Hanya dengan kerjasama dan kesadaran penuh dari setiap warga untuk senantiasa dispilin menerapkan protokol untuk mencegah tertular atau menularkan virus serta dengan dukungan penuh kebijakan pemerintah, kita dapat melewati pandemi ini. Di atas semua itu, selalu memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar wabah ini segera berakhir merupakan keniscayaan yang harus kita lakukan sebagai hamba-Nya.[]

Penulis: Asri Tadda
(Ketua IKA SMP Negeri 3 Malili, Pengurus MASIKA ICMI Sulsel, Direktur Madising Foundation)