Press "Enter" to skip to content

Analisis Covid-19, Kebijakan Pemerintah, dan Pengaruhnya Terhadap Perputaran Perekonomian Daerah

Oleh: Paslan Al-Kahfi
(Mahasiswa Universitas Andi Djemma Palopo)

Artikel ini diikutsertakan dalam Lomba Menulis Essay Lawan Covid-19, kerjasama Pengurus Pusat Ikatan Pelajar Mahasiswa Luwu Timur (PP IPMALUTIM) dengan The Sawerigading Institue (TSI) dan MaliliPos.com

Mengenai wabah virus corona, yang memporak-porandakan keadaan, entah ini senjata biologis yang sengaja memang dirancang untuk mengurangi populasi ummat manusia yang begitu kompleks, atau dikarena kelalaian manusia yang mengkonsumsi hewan-hewan tertentu, sehingga menimbulkan bakteri ganas (Covid 19), ataukah virus ini adalah tentara Tuhan seperti yang dikatakan beberapa ulama kita di Indonesia.

Seperti yang diketahui antara Amerika Serikat dan Cina mengalami perang dingin atau persaingan ekonomi. Beberapa tudinganpun yang dilontarkan oleh Cina terhadap Amerika bahwa dalang dari Covid 19 adalah AS sendiri yang menyebarkan virus ke salah satu kota di Cina yaitu Wuhan melalui tentaranya. karena pada saat itu Cina kedatangan ratusan atlet militer AS yang datang ke Wuhan dalam rangka Pertandingan Dunia Militer pada Oktober 2019.

Jika memang AS sebagai dalang dari penyebaran Covid 19, dilihat data terkini jumlah pasien yang postif terjangkit Covid 19 di Amerika sebanyak 140.256 Orang dan 2.457 yang meninggal dunia.

Manakala di Cina menurut informai terkini jumlah pasien yang terjangkit 82.122, dan 75.582 di antaranya dinyatakan sembuh. (Data dikutip di Kompas.com).

Yang menjadi pertanyaan mendasar ialah, jika tudingan Cina benar terhadap Amerika serikat sebagai dalang dibalik wabah Covid 19 dengan perbandingan data pasien yang postif terjangkit dan salah satu terhitung banyak di Amerika Serikat apakah itu cukup rasional? Jika iya, sama halnya Amerika Serikat sengaja untuk mengurangi populasi masyarakatnya.

Mengutip perkataan fisikawan ternama Albert Einstein, bahwa manusia akan berada dalam segala kemungkinan untuk menghangcurkan dirinya dengan segala keahlian yang tersedia bagi kemajuan, ilmiah barat yang telah memberikan kekuatan untuk menghancurkan ummat manusia itu sendiri.

Tentu ini suatu persoalan bagi ummat manusia, karena jika saja ummat manusia menganggap sepele situasi yang terjadi sekarang ini, tidak menutup kemungkinan cepat atau lambat manusia akan mengalami kepunahan.

Saya tidak ingin membahas secara spesifik apakah itu ulah negara dengan unsur kepentingan, atau konspirasi, dalam menerapkan proyek depopulasi ummat manusia. Tentu yang menjadi persoalan yang krusial ialah dampak dari wabah tersebut.

Terlepas dari itu, baik itu senjata biologis maupun maupun bukan suatu unsur yang disengaja oleh kelompok tertentu, tentu ini sangatlah berdampak besar bagi situasi ummat manusia, salah satunya dalam bidang perekonomian negara secara umum, hingga merembes kedalam institusi terkecil dalam masyarakat, seperti petani, nelayan, pedagang-pedagang kecil di pasar, dan lain”nya.

Bagaimana tidak, adanya virus ini, membuat konstalasi perekonomian menjadi merosot, dimana tukaran Dollar menunjang tinggi dan rupiah pun menjadi ambruk akibat wabah ini dan ditambah kebijakan, yang mau tidak mau harus dikeluarkan oleh pemerintah karena melihat dari keadaan yang carut marut akibat wabah virus Covid-19.

Seperti kebijakan yang di keluarkan beberapa bulan yang lalu, yaitu Local Lockdown atau karantina daerah, menyusul PSBB(Pembatasan Sosial Berskala Besar), guna menangani penularan cepat dari wabah tersebut. Karena melihat bahwa kebijakan-kebijakan tersebut dianggap sebagai salah satu jalur alternatif dalam meminimalisir penyebaran luas Covid-19.

Berangkat dari masalah penyebaran virus ini, dan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, sehingga tempat-tempat perputaran ekonomi terbatasi. Seperti yang terjadi di daerah Luwu Tumur, tepatnya di Kecematan Wotu, salah satu tempat perputaran uang masyarakat setempat dalam hal ini pasar, mengalami kemandekan beroperasi dalam sesaat, namun pada akhirnya izinkan untuk beroperasi kembali, meskipun tidak sepadat pada saat pra virus tersebut masuk dan menyebar luas di beberapa daerah Kabupaten Luwu Timur, dan tentunya masi banyak lagi yang terkenna dampak yang cukup merugikan dari adanya wabah tersebut.

Fenomena penjual- penjual gorengan, yang hampir kita temukan di sepanjang jalan poros Tomoni, kini mulai berkurang karena adanya kebijakan PSBB yang dikeluarkan oleh pemerintah, dan toko-toko perbelanjaan yang kini intensitas pengunjungnya menurun, dan bahkan ada beberapa toko yang memilih berhenti beroperasi untuk sementara waktu.

Tentu ini adalah suatu masalah besar bagi kita, jika ditinjau dari kacamata ekomoni dan lain- lainya, karena secara psikologi masarakat pada umumnya dilematis dalam menghadapi virus tersebut, dalam hal memenuhi kebutuhan hidupnya, ditambah lagi dengan kebijakan pemerintah yang telah dikeluarkan, seperti kebijakan pemerintah setempat, yang mengharuskan bagi masyarakat yang ingin memasuki daerah tertentu, seperti Luwu Timur harus membawa KTP, dan surat Rapid test atau keterangan bebas covid-19, jika tidak, maka tidak diizinkan untuk memasuki daerah tersebut.

Di satu sisi masyarakat terkhususnya di Luwu Timur yang notabenenya petani, nelayan, dan pedagang, butuh ruang akses yang memadai, untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.

Manakala jika dibenturkan dengan kebijakan pemerintah yang dikeluarkan, secara tidak langsung ada penyempitan ruang regak terhadap masyarakat setempat, di satu sisi masyarakat harus memenui kebutuhanya, di sisi lainya pula, masyarakat harus mengikuti kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.

Tentu itu sah-sah saja dan bukan berarti kita menyalahkan pemerintah sebagai suatu pengambil kebijakan, kita menghargai keputusan dari pemerintah selagi demi kepentingan dan keselamatan bersama.

Hanya saja menurut hemat saya, pemerintah harusnya lebih kreatif dan inovatif lagi dalam mengambil suatu kebijakan untuk mengkorespondensikan antara kebutuhan masyarakat dan peminimalisiran penyeberan Covid-19, agar tidak terjadinya caos antara pemerintah dan masyarakat.

Seperti fenomena penyemprotan disinfektan di beberapa posko atau perbatasan daerah, apakah itu cukup efektif dalam meminimalisir penyebaran virus tersebut, khususnya antara perbatasan Luwu Timur dan Luwu Utara, jika di anggap efektif oleh pemerintah setempat, lantas mengapa angka penyebaran virus tersebut semakin hari semakin bertambah, bahkan sampai pada total 192 kasus yang terkomfirmasi positif di Luwu Tumur(29 mei 2020).

Tentu saya sepakat dengan adanya kegiatan semprot-menyemprot tersebut, karena dalam data yang ada, bahwa corona virus juga dapat bertahan dan menyebar melalui permukaan benda, seperti logam, kaca, atau plastik hingga 9 hari lamanya.

Hanya saja yang menjadi pertanyaan ialah, apakah pemerintah setempat terkhususnya Kab. Luwu Timur, tidak memiliki inovasi terbaru, dalam meningkatkan efektivitas pencegahan penyebaran luas Covid-19. Secara gamblang kenapa tidak pemerintah menghadirkan segelintir Dokter khusus di tiap-tiap posko- posko perbatasan Kab. Luwu Timur, dan beberapa alat yang memadai, untuk lebih mudah mendeteksi tiap-tiap masyarakat atau pengendara yang melalui posko tersebut?

Karena jika hanya menunjukkan surat KTP dan Rapid test sebagai bukti bebas Covid-19, saya rasa ini justru merepotkan warga yang ingin memasuki daerah tersebut( Luwu Timur). Kenapa saya mengatakan hal tersbut, karena saya tidak bisa bayangkan, ketika warga yang ingin melintas keluar masuk setiap harinya harus membawa surat Repid test yang terbaru.

Apa lagi para pedagang, atau para pengusaha yang beraktitas dalam kirim mengirim barang. Karena tidak adanya jaminan bahwa mereka(para pedagang) ketika pulang ke daerahnya, tetap bebas dari Covid-19 hanya dengan surat Repid test yang telah tunjukkan sebelumnya.

Contohnya, anggaplah saya sebagai pedagang yang tinggal di Kab. Luwu Timur, yang harus membawa barang dagangnya ke luar daerah, jadi ketika saya ingin ke luar daerah, saya harus menunjukkan surat Repid test diperbatasan-perbatasan tertentu.

Ketika saya ingin memasuki kembali daerah saya tadinya, jadi saya harusnya menjukkan kembali surat Repid test yang telah saya tunjukkan sebelumnya.

Pertanyaanya apa yang menjamin dengan adanya surat Repid test tersebut, bahwa saya betul-betul tidak terkontaminasi atau bebas dari Covid-19? Bisa saja iya, dan mau tidak mau, jalan satu-satunya ialah saya harus mengambil surat Repid test terbaru, sebagai legitimasi terbaru bebas dari virus, jika tidak sangat berpotensi terjadinya penyebaran virus yang semakin luas di Kab. Luwu Timur.

Seperti tulisan saya di atas bawah, kenapa tidak pemerintah, menghadirkan segelintir Dokter khusus di tiap-tiap posko-posko perbatasan dan beberapa alat yang memadai? Seperti yang katakan juga, bahwa bukan suatu hal yang taken for granted dalam mengadakan hal tersebut, karena pertimbangan-pertimbangan tertentu, seperti perosalan anggaran dan lain-lainya.

Namun perlu diperhatikan juga, bahwa dilain sisi Luwu Timur memiliki aset yang termasuk besar, jika mememang mempersoalkan anggaran yang harus dikeluarkan, dalam merealisasikan hal-hal tersebut, ditambah lagi dengan anggaran-angaran tertentu seperti APBD yang diprioritaskan untuk penanganan Covid-19.

Jika demikian, bukankah hal tersebut memungkinkan untuk terealisasikan hal-hal yang telah saya singgung pada tulisan diatas, karena hemat saya, inilah yang harus perhatikan oleh pemerintah Luwu Timur, demi kemaslahatan bersama.

Karena Saya sendiri tidak bisa bayangkan, berapa banyak kerugian juga yang akan dialami oleh Kabupaten Luwu Timur, jika aset penghasilan terbesarnya dalam hal ini PT. Vale harus stop sementara waktu untuk beroperasi, akibat seluruh atau kebanyakan karyawannya positif terjangkit Covid-19, dan tentunya akan menambah masalah yang semakin kompleks.