Press "Enter" to skip to content

Upaya Pencegahan Berujung Penambahan Kasus Covid-19

Oleh: S. Angelina Linggi
(Mahasiswi Universitas Fajar Makassar)

Artikel ini diikutsertakan dalam Lomba Menulis Essay Lawan Covid-19, kerjasama Pengurus Pusat Ikatan Pelajar Mahasiswa Luwu Timur (PP IPMALUTIM) dengan The Sawerigading Institue (TSI) dan MaliliPos.com

Sejak masuknya Corona Virus Disease 19 di Indonesia sebagian masyarakat berbondong-bondong melakukan pembelian dalam jumlah banyak untuk memenuhi stok kebutuhan mereka di rumah baik itu berupa sandang maupun pangan.

Namun apakah kita sadar bahwa tindakan itu merugikan orang lain? Bagaimana jika masyarakat yang berpenghasilan tertentu mengunjungi pusat perbelanjaan namun sesampainya disana hanya mendapat rak yang kosong.

Mungkin ini menjadi salah satu faktor pemicu pemerintah untuk memberlakukan PSBB. Kita menyadari bahwa pemerintah dalam menyikapi pandemic ini sangat lambat bertindak. Seharusnya pemerintah melakukan pencegahan lebih dahulu, sehingga virus ini dapat di control dengan baik.

Masih ingatkah kita ketika mendengar di media bahwa petugas bandara telah melakukan penjagaan ketat namun tetap saja pembawa virus tersebut lolos ? tidak hanya di bandara beberapa tempat juga diberi penjagaan ketat namun hasilnya nihil.

Virus Corona ini tidak dapat dihalangi masuk ke suatu negara terutama di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk 267 juta jiwa. Apakah masyarakat mampu hidup dengan pembatasan yang akan diberlakukan yang tentu akan tidak sama dengan kehidupan sebelum pandemic ini.

Beberapa waktu lalu saya melakukan pengamatan disekitaran area Malili mencoba mengamati pola interaksi masyarakat yang bertujuan untuk meneliti lebih jauh kepedulian pemerintah terhadap masyarakat dan apakah keputusan itu nantinya cocok diterapkan pada masyarakat Malili?

Sehingga pemerintah masih memiliki waktu untuk berbenah terhadap setiap keputusan yang telah diterbitkan. Namun aneh rasanya jika upaya itu tidak membuahkan hasil yang maksimal justru hanya memberi dampak negatif khususnya masyarakat menengah kebawah.

Jika kita melihat kembali data awal kasus positif di Luwu Timur, mulanya muncul kasus dibulan maret. Sebelum kasus tersebut ada, pemerintah telah lebih dulu bertindak melakukan pencegahan seperti penyemprotan desinfektan baik di rumah ibadah maupun tempat umum seperti Pujaserba.

Sebenarnya tindakan ini terlihat biasa saja karena penyemprotan ini juga dilakukan di seluruh wilayah Indonesia. Jika kita melihat protokol kesehatan yang dikeluarkan oleh WHO penyemprotan berbahan kimia tersebut sangat tidak dianjurkan “Tindakan ini tidak dianjurkan karena dapat meracuni masyarakat, membuang waktu dan menghamburkan sumber daya” Ucap Dale Fisher selaku Kepala Jaringan Wabah dan Tanggap Darurat Global WHO. Itulah sebabnya penyemprotan berbahan kimia ini tidak lagi dilakukan khususnya di kabupaten Luwu Timur.

Selain penyemprotan desinfektan pemerintah juga melakukan upaya pembatasan aktivitas ditempat umum khususnya di Pasar Malili.

Kepala Camat Malili Nur Syaifullah mengeluarkan keputusan kepada seluruh masyarakat bahwa pembatasan aktivitas ini untuk kepentingan bersama “Awalnya kami ingin menutup pasar namun karena pertimbangan untuk masyarakat maka pasar tetap dibuka meski hanya beroperasi 2 hari dalam seminggu” ucapnya.

Menyikapi keputusan itu Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia turut mendukung upaya pemerintah dengan memberikan wastafel untuk dipergunakan kepada masyarakat yang mengunjungi pasar.

Berdasarkan pengamatan yang saya lakukan beberapa hari setelah pengumuman itu diberlakukan dapat disimpulkan bahwa kepedulian pemerintah sekedar formalitas atau sangat bertolak belakang dengan fakta lapangan yang ada.

Kegiatan pasar tetap berjalan seperti biasanya bahkan setiap hari dari pagi hingga menjelang malam. Wastafel yang diberikan tidak dipergunakan, masyarakat tetap memadati pasar bahkan social distance pun tidak bernilai lagi.

Menurut saya pemerintah kurang peduli terhadap masyarakat dan tidak mengerti apa yang dibutuhkan masyarakat. Jika pembatasan aktivitas di pasar dilakukan maka masyarakat kehilangan pekerjaan sehingga tindakan kriminalitas akan Standard Operating Procedure (SOP) di pasar sebenarnya telah disiapkan oleh kementrian perdagangan seperti pedangan menggunakan masker, menggunkaan sarung tangan selama beraktivitas.

Selain itu semua elemen pasar harus negatif COVID 19 dari hasil Rapid atau PCR yang difasilitasi oleh pemerintah daerah. Jumlah pengunjung juga harus dibatasi yakni 30% dari kapasitas normal, waktu kunjungan ke pasar juga harus dibatasi pengelola yakni 2,5 jam secara interval.

Penerapan social distance 1,5 meter antar pedagang, serta pengelola pasar harus memberikan teguran sanksi kepada pedagang yang tidak mematuhi protokol tersebut. Puncak ketidaksadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dapat dilihat sehari sebelum Idul Fitri tepatnya pada hari sabtu 23 mei 2020.

Upaya penanganan COVID 19 ini juga diterapkan pada setiap pintu masuk pemukiman masyarakat Malili seperti penjagaan portal atau akses masuk ke Patande. Masyarakat yang tidak bermukim di Patande dan tidak menggunakan masker akan diberi teguran.

Awalnya saya tidak setuju akan tindakan ini karena mendiskriminasikan serta merugikan bagi masyarakat yang memiliki kepentingan untuk berada di daerah itu. Namun itu adalah bentuk kepedulian antar masyarakat yang sangat baik.

Bagi saya tindakan yang dilakukan oleh masyarakat Patande tidak memiliki sisi negatif, bahkan masyarakat lebih memahami apa yang diperlukan untuk keuntungan bersama dibanding pemerintah yang hanya memberikan informasi tanpa ada tindakan lanjut.

Perlu diingat pula bahwa pemberlakuan protokol kesehatan di setiap tempat harusnya berbeda-beda tergantung pada pola interaksi masyarakat itu sendiri.

Saat ini Luwu Timur menempati posisi ke tiga jumlah kasus terbanyak di Provinsi Sulawesi Selatan. Namun upaya yang dilakukan pemerintah masih terbilang sedikit bahkan tidak menimbulkan efek bagi masyarakat. Mungkinkah masyarakat tidak memahami pentingnya hidup sehat ataukah masyarakat dapat hidup berdampingan dengan virus corona selamanya?

Pemerintah hanya bertindak di bagaian awal saja, setelah satu upaya gagal maka menyerahlah semuanya. Dimana posisi wakil rakyat saat masyarakatnya tidak menyadari bahaya berada disekeliling mereka?

Bolehkah kita memakan gaji dari hasil rebahan selama Work From Home ataukah mencari kunci masalah dengan belajar memahai keinginan masyarakat lalu mengimplementasikannya secara nyata dan jelas tanpa mengharapkan imbalan berupa korupsi.

Pada akhirnya keputusan yang diambil oleh pemerintah tidak selalunya baik untuk masyarakat. Namun dapat pula kita bertanya dalam diri sendiri, dapatkah saya melakukan satu aksi nyata untuk mengubah posisi Luwu Timur pada zona merah.

Kunci dari upaya pencegahan ini adalah kesadaran individual karena hanya kita yang bisa merubah langkah daerah kita bersama pemerintah.

Jika keputusan yang diambil oleh pemerintah kurang baik maka perlu adanya musyawarah lanjutan sehingga penurunan kasus di Luwu Timur tidak bertambah. Karena pada hakikatnya suara rakyat adalah suara dukungan terhadap kondisi yang terjadi pada suatu daerah tertentu.

Selain itu juga pemerintah wajib memberi bantuan kepada seluruh lapisan masyarakat di kabupaten Luwu Timur ini sebagai pelaku dan garda terdepan dalam upaya penghentian laju COVID 19. Agar masyarakat juga dapat saling menghidupi untuk keberlangsungan aktivitas sehari-hari.

Penertiban protokol yang berbeda-beda disemua tempat tanpa terkecuali adalah satu langkah yang baik menjadikan daerah kita tetap aman. Sehingga masyarakat dapat menerima secara perlahan dan menjadi kebiasaan yang baik.

Jika kebiasaan ini terus dilakukan, maka konstribusi kemanusiaan akan sangat berpengaruh baik di daerah hingga diskala yang lebih luas.