Press "Enter" to skip to content

Memaknai City Branding Luwu Timur Inspiring

Oleh: Asri Tadda (Direktur Eksekutif The Sawerigading Institute)

Kabupaten Luwu Timur sepertinya adalah daerah pertama di Luwu Raya yang mempublikasikan city branding. Bahkan Kota Palopo sekalipun belum pernah terdengar memiliki city branding seperti yang dimiliki oleh Kabupaten berjuluk Bumi Batara Guru itu.

Bertepatan dengan Hari Pahlawan pada Rabu (10/11/2021) malam, bertempat di Gedung Olahraga Malili, Bupati Luwu Timur Budiman meluncurkan city branding “Luwu Timur Inspiring, Maju dan Berkelanjutan”.

Mengutip sambutannya di acara launching tersebut, Bupati mengatakan bahwa branding ini dimaksudkan agar seluruh program pemerintah bisa mengedukasi, bisa menjadi informasi dan bisa menjadi inspirasi bagi semua pihak.

Setidaknya ada dua hal utama yang ditegaskan melalui city branding itu, yakni Program Luwu Timur Berbagi, Padu Padan RTH (Partisipasi Dunia Usaha Dalam Pembangunan dan Penataan Ruang Terbuka Hijau), dan Program Inovasi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang terwujud dalam sejumlah aplikasi. Dirinya berharap, setiap OPD mempunyai minimal 1 buah inovasi dalam program yang dilaksanakan.

Narasi Pembangunan

City branding sesungguhnya bukanlah sebuah hal baru. Jauh sebelum istilah ini mengemuka, kita sudah mengenal hal yang lebih mendasar yang disebut narasi pembangunan. Ini merujuk pada bagaimana visi dan misi sebuah kota diejawantahkan dalam komunikasi komunal.

Narasi pembangunan yang baik direpresentasikan dalam bentuk pesan-pesan sederhana namun mengena dan dipahami dengan baik oleh sebagian besar masyarakat. Isinya menggambarkan konstruksi atas “mimpi bersama” tentang bagaimana dan ke arah mana sebuah kota akan dibangun.

Idealnya, narasi pembangunan dirumuskan dari akumulasi isi kepala dan keinginan setiap warga. Jadi sifatnya adalah bottom up, bukan top down. Hal ini tentu akan menjadi persoalan tersendiri jika sebuah kota sudah didiami oleh jutaan warga. Dalam konteks seperti itu, narasi pembangunan bisa diwujudkan melalui proses berjenjang di setiap level masyarakat.

Dengan demikian, jika setiap level masyarakat mengenal dan memahami bagaimana narasi pembangunan kotanya sendiri, maka akan lebih mudah mereka menemukan apa, bagaimana dan kapan mereka bisa berpartisipasi untuk mewujudkannya.

Narasi akan menjadi sebuah energi dan motivasi besar dalam pembangunan sebuah kota jika merupakan hasil dari kolaborasi pemikiran bersama dengan meminimalkan terjadinya pengabaian atas setiap cetusan ide dan mimpi dari warga kelas bawah sekalipun.

Narasi pembangunan seyogyanya adalah mimpi bersama warga sebuah kota yang selanjutnya diwujudkan dalam program-program pembangunan yang berkelanjutan. Narasi pembangunan memang bersifat jangka panjang, bukan sesuatu yang instan bisa terwujud.

Dengan narasi yang kuat dan disepakati bersama, pembangunan pasti akan berjalan lancar dan tepat sasaran sebagaimana diinginkan bersama, yang pada akhirnya bermuara pada peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran warga.

Luwu Timur Inspiring

Mari kita kembali menyoal city branding. Hal yang harus digarisbawahi adalah bahwa city branding sebenarnya berbeda dengan konsep narasi pembangunan. City branding, dalam banyak praktek, merupakan rumusan yang sifatnya top down. Berbeda dengan konsep narasi pembangunan yang bottom up.

City branding Luwu Timur Inspiring (LTI) memang adalah ide dari Bupati Budiman sendiri. Hal ini bisa saja merupakan manifestasi dari visi-misi beliau sewaktu kampanye pemilihan Bupati/Wakil Bupati lalu. Itu sah-sah saja.

Karena itu, agak susah menemukan warga Luwu Timur yang bisa memahami dengan baik apa dan bagaimana maksud dari branding Luwu Timur Inspiring itu sendiri. Selain karena konstruksinya adalah top down, juga karena kemasannya tidak begitu tersosialisasikan dengan baik kepada publik.

Bagaimanapun, bermimpi menjadikan Luwu Timur sebagai sumber inspirasi global dengan menghasilkan inovasi-inovasi berwujud aplikasi yang bisa didownload warga, tentu tak senilai dengan menyelesaikan masalah-masalah sosial ekonomi yang terjadi, sepertinya masih kurangnya lapangan kerja dan kembali dibatasinya alokasi beasiswa bagi pelajar dan mahasiswa di daerah ini.

City branding LTI juga sepertinya menjadi kontradiktif jika melihat bagaimana kondisi lingkungan di Luwu Timur saat ini. Masifnya eksploitasi hutan dan gunung untuk kegiatan korporasi dan tambang, tentu menjadi ancaman besar bagi kehidupan di wilayah ini. Kondisi yang sesungguhnya tidak layak disebut menjadi inspirasi bagi dunia global sebagaimana maksud branding LTI.

Tentang bagaimana wajah masa depan Kabupaten Luwu Timur pada 20-30 tahun mendatang, city branding ini tentu tidak bisa menggambarkannya dengan utuh. Karenanya, city branding ini tidak bisa dipaksakan menjadi mimpi bersama warga Luwu Timur. Ini mungkin hanya membuat nama Luwu Timur terdengar keren dan kekinian, bukan nasib dan masa depan warganya. []